14.03.21

Alvina Maria
1 min readMar 14, 2021

Kepalaku penuh dan riuh. Banyak sekali suara yang mengisi, walaupun ruang yang kutempati ini sepi dan senyap, sama sekali.

Setiap kali mata terbuka, rasa sesak dan ngilu di dada terus saja ada. Rasanya seperti dihujam ribuan siksaan. Tubuhku berdarah-darah di sana dan di sini, tetapi kulihat sekitarku — kering.

Kupejamkan mataku sekuat mungkin, tanganku mencoba meraih sesuatu selain angin. Namun ternyata yang sebenar-benarnya ada adalah tangan ini terdekap tanpa jarak dengan dadaku sendiri, seolah-olah berusaha menekan semuanya kedalam sana, menyimpannya supaya tidak ada sedikitpun tangisan dan pilu yang memekakkan telinga.

Setiap hari.

Setiap hari bisa kurasakan sakit yang sama, sakit yang begitu menyiksa batinku. Aku ingin lari. Ingin sekali lari sejauh mungkin dari kenyataan ini, meninggalkan segalanya dan memulai lagi dari awal. Aku ingin membuang kotak berisi semua kesakitan yang selama ini kusimpan sendiri, aku ingin membuang segala hal yang saat ini kusebut hidupku, aku ingin membuang perasaanku.

Aku ingin pergi.

Tapi, jika kulangkahkan kaki ini, kemana dia harus menuju? Dia harus membawa hati dan hal-hal lain yang tidak berfungsi; melanglang buana menuju tempat yang mungkin selamanya akan aku cari, tanpa tahu letaknya yang pasti.

Akhirnya, aku menghela napas, lagi. Berusaha menenangkan dan meyakinkan diri, bahwa mungkin — mungkin, memang hidup harus seperti ini. Mungkin aku hanya harus melangkah lagi meskipun jalannya penuh dengan duri yang menusuk ke telapak kaki. Membuang semua mimpi-mimpi dan membiarkan angan begitu saja terabaikan.

Jalani, jalani. Tapi jangan pergi.

--

--